RIAU
Riau
adalah sebuah provinsi
di Indonesia
yang terletak di bagian tengah pulau Sumatera.
Provinsi ini termasuk salah satu provinsi makmur di Indonesia, dengan gross regional
product per kapita sebesar USD 7.886 (2008).[5]
Sejarah
Secara
etimologi kata Riau berasal dari bahasa
Portugis, Rio berarti sungai. Pada tahun 1514 terdapat sebuah
ekspedisi militer Portugis menelusuri Sungai Siak,
dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada
kawasan tersebut dan sekaligus mengejar pengikut Sultan Mahmud Syah yang melarikan diri
setelah kejatuhan Malaka.
Pada
awal abad ke-16, Tome Pires dalam bukunya Suma
Oriental mencatat bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatera antara Arcat (Aru
dan Rokan)
hingga Jambi
merupakan pelabuhan raja-raja Minangkabau.[8] Dimasa
inipula banyak pengusaha Minangkabau yang mendirikan
kampung-kampung pedagang di sepanjang Sungai Siak,
Kampar,
Rokan,
dan Inderagiri. Satu dari sekian banyak kampung yang
terkenal adalah Senapelan yang kemudian berkembang menjadi Pekanbaru.[9]
Pada
masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura yang
didirikan oleh Raja Kecil, kawasan ini merupakan
bagian dari wilayah kedaulatan Siak. Sementara, Riau dirujuk hanya kepada
wilayah Yang Dipertuan Muda (raja bawahan Johor)
di Pulau Penyengat, kemudian menjadi wilayah Residentie
Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan di Tanjung
Pinang, dan Riouw, dieja oleh masyarakat setempat menjadi Riau.
Pada
awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Residentie
Riouw dilebur dan tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi.
Kemudian Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera
Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera
Selatan. Dominannya etnis Minangkabau dalam pemerintahan Sumatera Tengah,
menuntut masyarakat Riau untuk membentuk provinsi tersendiri. Selanjutnya pada
tahun 1957,
berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah
dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera
Barat. Kemudian yang menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk
adalah bekas wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Residentie Riouw
serta ditambah Bangkinang yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara Jepang dimasukan ke
dalam wilayah Rhio Shu.
Kemudian
berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal 20 Januari
1959, Pekanbaru
resmi menjadi ibu kota
provinsi Riau menggantikan Tanjung Pinang. Namun pada tahun 2002, berdasarkan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002, Provinsi Riau kembali dimekarkan menjadi dua
provinsi, yaitu Riau dan Kepulauan Riau. Hal ini juga tidak lepas dari
ketidakpuasan masyarakat atas rasa ketidakadilan dalam politik maupun ekonomi terutama
yang berada pada kawasan kepulauan.[12]
Kondisi dan sumber daya alam
Geografi
Luas
wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km², yang membentang dari lereng Bukit
Barisan hingga Selat Malaka. Riau memiliki iklim tropis basah dengan
rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta
rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari.
Sumber daya alam
Provinsi
ini memiliki sumber daya alam, baik kekayaan yang terkandung di perut bumi,
berupa minyak bumi dan gas, serta emas, maupun hasil hutan dan perkebunannya.
Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, secara bertahap mulai diterapkan
sistem bagi hasil atau perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah. Aturan
baru ini memberi batasan tegas mengenai kewajiban penanam modal, pemanfaatan
sumber daya, dan bagi hasil dengan lingkungan sekitar.
Kependudukan
Jumlah
penduduk provinsi Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau
tahun 2010 sebesar 5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak adalah Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa,
sedangkan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti yakni
sebesar 176.371 jiwa.
Suku Bangsa
Penduduk
provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Mereka terdiri dari Jawa
(25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak
(7,31%), Banjar
(3,78%), Tionghoa
(3,72%), dan Bugis (2,27%). Suku Melayu
merupakan masyarakat terbesar dengan komposisi 37,74% dari seluruh penduduk
Riau. Mereka umumnya berasal dari daerah pesisir di Rokan Hilir, Dumai,
Bengkalis, Kepulauan Meranti, hingga ke Pelalawan, Siak, Inderagiri Hulu dan
Inderagiri Hilir. Namun begitu, ada juga masyarakat asli bersuku rumpun
Minangkabau terutama yang berasal dari daerah Rokan Hulu, Kampar, Kuantan
Singingi, dan sebagian Inderagiri Hulu. Juga masyarakat Mandailing di Rokan
Hulu, yang lebih mengaku sebagai Melayu daripada sebagai Minangkabau ataupun
Batak.[13]
Abad
ke-19, masyarakat Banjar dari Kalimantan Selatan dan Bugis
dari Sulawesi Selatan, juga mulai berdatangan ke Riau.
Mereka banyak bermukim di Kabupaten Indragiri Hilir khususnya Tembilahan.[14] Di bukanya
perusahaan pertambangan minyak Caltex pada tahun 1940-an di Rumbai,
Pekanbaru, mendorong orang-orang dari seluruh Nusantara untuk mengadu nasib
di Riau.
Suku
Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran.
Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi pedagang dan
banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti Pekanbaru, Bangkinang,
Duri, dan Dumai. Begitu juga
orang Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi
pedagang dan bermukim khususnya di Pekanbaru, serta banyak juga terdapat pada
kawasan pesisir timur seperti di Bagansiapiapi,
Selatpanjang,
Pulau
Rupat dan Bengkalis.
Selain
itu di provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat asli yang tinggal di
pedalaman dan pinggir sungai, seperti Orang Sakai,
Suku Akit,
Suku Talang Mamak, dan Suku Laut.
Bahasa
Bahasa
pengantar masyarakat provinsi Riau pada umumnya menggunakan Bahasa
Melayu dan Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu umumnya digunakan
di daerah-daerah pesisir seperti Rokan Hilir, Bengkalis, Dumai, Pelalawan,
Siak, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan di sekitar pulau-pulau. Bahasa
Minang secara luas juga digunakan oleh penduduk di provinsi ini, terutama
oleh para oleh penduduk asli di daerah Kampar, Kuantan Singingi, dan Rokan Hulu
yang berbudaya serumpun Minang serta para pendatang asal Sumatera Barat. Selain
itu Bahasa
Hokkien juga masih banyak digunakan di kalangan masyarakat Keturunan
Tionghoa, terutama yang bermukim di daerah seperti Selatpanjang,
Bengkalis,
dan Bagansiapiapi[rujukan?]. Dalam skala
yang cukup besar juga didapati penutur Bahasa Jawa yang digunakan oleh
keturunan para pendatang asal Jawa yang telah bermukim di Riau sejak masa
penjajahan dahulu, serta oleh para transmigran dari Pulau Jawa pada masa
setelah kemerdekaan. Di samping itu juga banyak penutur Bahasa Batak di
kalangan pendatang dari Provinsi Sumatera Utara.
Agama
Dilihat
dari komposisi penduduk provinsi Riau yang penuh kemajemukan dengan latar
belakang sosial budaya, bahasa, dan agama yang berbeda, pada dasarnya merupakan
aset bagi daerah Riau sendiri. Agama-agama yang dianut penduduk provinsi ini
sangat beragam, diantaranya Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Berbagai
sarana dan prasarana peribadatan bagi masyarakat Riau sudah terdapat di
provinsi ini, seperti Mesjid Agung An-nur (Mesjid Raya di Pekanbaru), Masjid
Agung Pasir Pengaraian, dan Masjid Raya Rengat bagi umat muslim. Bagi umat
Katolik/Protestan diantaranya terdapat Gereja Santa Maria A Fatima, Gereja HKBP
di Pekanbaru, GBI Dumai, Gereja Kalam Kudus di Selatpanjang, Gereja Katolik
Santo Petrus dan Paulus di Bagansiapiapi, Gereja Methodist (Jemaat Wesley) di
Bagansiapiapi. Bagi umat Buddha/Tridarma ada Vihara Dharma Loka dan Vihara
Cetia Tri Ratna di Pekanbaru, Vihara Sejahtera Sakti di Selatpanjang, Kelenteng
Ing Hok Kiong, Vihara Buddha Sasana, Vihara Buddha
Sakyamuni di Bagansiapiapi. Bagi Umat Hindu adalah Pura Agung Jagatnatha di
Pekanbaru.
Pemerintahan
Berdasarkan
surat keputusan Presiden tertanggal 27 Februari 1958 nomor 258/M/1958 diangkat
Mr. S.M. Amin, sebagai Gubernur pertama provinsi Riau yang dilantik pada
tanggal 5 Maret 1958 di Tanjung Pinang.
Pendidikan
Riau
mempunyai beberapa perguruan tinggi, di antaranya Universitas
Riau, Universitas Islam Riau, Universitas Muhammadiyah Riau, Universitas
Islam Negri Sultan Syarif Kasim, Universitas Lancang Kuning, Universitas
Abdurrab, Universitas Pasir Pengaraian, serta Politeknik Caltex Riau.
Perekonomian
- Pertanian & perkebunan
Perkebunan yang berkembang adalah perkebunan karet dan perkebunan kelapa
sawit, baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh
rakyat. Selain
itu juga terdapat perkebunan jeruk dan kelapa. Untuk luas lahan perkebunan kelapa sawit saat ini
propinsi Riau telah memiliki lahan seluas 1.34 juta hektar. Selain itu telah
terdapat sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi
dengan produksi coconut palm oil (CPO) 3.386.800 ton per tahun.
- Hutan & ikan
Deforestasi di Indragiri Hulu
Pembangunan
kehutanan pada hakekatnya mencakup semua upaya memanfaatkan dan memantapkan
fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya alam hayati lain serta
ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan penyangga kehidupan dan pelestarian
keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan. Namun dalam
realitanya tiga fungsi utamanya sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka
panjang, fungsi lindung, dan estetika sebagai dampak kebijakan pemerintah yang
lalu.
Hilangnya
ketiga fungsi diatas mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis yang
diakibatkan oleh pengusahaan hutan yang mengabaikan aspek kelestarian. Efek
selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu hutan non HPH, sementara
upaya reboisasi dan penghijauan belum optimal dilaksanakan. Masalah lain yang
sangat merugikan tidak saja provinsi Riau pada khususnya tapi Indonesia pada
umumnya, adalah masalah ilegal logging yang menyebabkan berkurangnya
kawasan hutan serta masalah pengerukan pasir secara liar.
- Industri
Pada
provinsi ini terdapat beberapa perusahaan berskala internasional yang bergerak
di bidang minyak bumi dan gas serta pengolahan hasil hutan dan sawit. Selain
itu terdapat juga industri pengolahan kopra dan karet.
Beberapa
perusahaan besar tersebut diantaranya Chevron Pacific Indonesia anak perusahaan
Chevron Corporation, PT. Indah Kiat Pulp &
Paper Tbk di Perawang, dan PT. Riau Andalan Pulp & Paper di Pangkalan
Kerinci
- Pertambangan
- Transportasi
Provinsi
Riau merupakan satu-satunya propinsi yang mempunyai BUMD di bidang
transportasi udara yakni PT. Riau Air, yang bertujuan untuk melayani
daerah-daerah yang sulit dijangkau melalui jalan darat maupun laut. Riau Air
mengoperasikan Fokker-50 buatan Belanda sebanyak
lima armada, dan tahun 2008 perusahaan ini menambah dua armada lagi dengan
jenis Avro-RJ 100.
- Keuangan & Perbankan
Untuk
bidang perbankkan di propinsi sangat berkembang pesat, ini ditandai banyaknya
bank swasta dan BPR, selain bank milik pemerintah daerah seperti Bank
Riau Kepri.
Pariwisata, Seni, Religi dan Budaya
- Wisata Alam
Provinsi
Riau sebenarnya memiliki bermacam-macam kawasan pariwisata alam diantaranya
yaitu :
- Pulau Jemur
Terletak
lebih kurang 45 mil dari ibukota Kabupaten Rokan Hilir,
Bagansiapiapi,
dan 45 mil dari negara tetangga yakni Malaysia,
sedangkan provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang terdekat dari
Pulau Jemur. Pulau Jemur sebenarnya merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri
dari beberapa buah pulau antara lain, pulau Tekong Emas, pulau Tekong Simbang,
pulau Labuhan Bilik serta pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau yang terdapat
di pulau Jemur ini berbentuk lingkaran sehingga bagian tengahnya merupakan laut
yang tenang. Pada musim angin barat laut tiba, gelombang laut di Selat Malaka
sangat besar, dan biasanya nelayan-nelayan setempat berlindung di bagian tengah
pulau Jemur, karena air laut pada kawasan tersebut tenang. Setelah gelombang
laut mengecil atau badai berkurang barulah para nelayan keluar untuk memulai
aktivitas menangkap ikan kembali. Pulau Jemur memiliki pemandangan dan panorama
alam yang indah, selain itu Pulau Jemur ini amat kaya dengan hasil lautnya,
serta pulau ini dimanfaatkan oleh penyu untuk menyimpan telurnya di bawah
lapisan pasir-pasir pantai. Selain itu pada pulau Jemur juga terdapat beberapa
potensi wisata lain diantaranya adalah Goa Jepang, Mercusuar, sisa-sisa
pertahanan Jepang, batu Panglima Layar, taman laut dan pantai berpasir kuning
emas.
- Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
(TNBT) memiliki luas 144.223 Ha, dengan ekosistem hutan hujan tropika dataran
rendah (lowland tropical rain forest), kawasan ini merupakan peralihan
antara hutan rawa dan hutan pegunungan dengan ekosistem yang unik dan berbeda
dibandingkan dengan kawasan taman nasional lainnya yang ada di Indonesia. Bukit
Tiga Puluh merupakan hamparan perbukitan yang terpisah dari rangkaian
pegunungan Bukit Barisan dan berbatasan dengan provinsi Jambi,
daerah ini merupakan daerah tangkapan air (catchment area) sehingga
membentuk sungai-sungai kecil dan merupakan hulu dari sungai-sungai besar di
daerah sekitarnya.
Beberapa
jenis fauna yang dapat dijumpai di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh antara
lain : Harimau Sumatera, Beruang Madu, Tapir, Siamang, Kancil, Babi Hutan,
Burung Rangkong, Kuaw, dan berbagai jenis satwa lainnya. Sedangkan jenis flora
langka yang diduga endemik di kawasan tersebut adalah Cendawan Muka Rimau (Rafflesia
haseltii). Selain merupakan habitat dari berbagai jenis flora dan fauna
langka yang dilindungi, kawasan TNBT juga merupakan tempat hidup dan bermukim
beberapa komunitas masyarakat suku asli seperti Talang Mamak, Anak Rimba, dan
Melayu Tua.
- Pantai Rupat Utara Tanjung Medang
Berlokasi
di Kecamatan Rupat, Pulau Rupat. Kawasan Pantai Pasir Panjang terdiri atas
Tanjung Medang, Teluk Rhu dan Tanjung Punak di Kecamatan Rupat dan berhadapan
langsung dengan Kota Dumai, dengan mudah dapat dicapai karena dari Dumai tersedia
transportasi laut untuk penumpang umum. Pasir di pantai ini berwarna putih dan
bersih yang memungkinkan pengunjung untuk mandi, berjemur, berolahraga air,
rekreasi keluarga dan bersantai menikmati kejernihan air lautnya dengan ombak
yang sedang.
- Air Terjun Aek Martua
Terletak
di kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu merupakan air terjun
bertingkat-tingkat, sehingga sering pula disebut air terjun tangga seribu,
dapat ditempuh melalui jalan darat, kira-kira dua per tiga dari bawah terdapat
kuburan pertapa Cipogas dengan air terjun yang bertingkat-tingkat dan sungguh
mengagumkan untuk dinikmati.
- Objek Wisata Bono
Terletak
di Desa Teluk Meranti, sepanjang Sungai Kampar dan Sungai Rokan. Bono adalah
fenomena alam yang datang sebelum pasang. Air laut mengalir masuk dan bertemu
dengan air sungai Kampar sehingga terjadi gelombang dengan kecepatan yang cukup
tinggi, dan menghasilkan suara seperti suara guntur dan suara angin kencang. Pada musim
pasang tinggi, gelombang sungai Kampar bisa mencapai 4-6 meter, membentang dari
tepi ke tepi menutupi keseluruhan badan sungai. Peristiwa ini terjadi setiap
hari, siang maupun malam hari. Hal yang menarik turis ke objek wisata ini adalah
kegiatan berenang, memancing, naik sampan, dan kegiatan lainnya.
- Wisata Bahari di Kabupaten Siak
Wisata
Bahari di Kabupaten Siak yaitu Danau Pulau Besar yang terletak di Desa Zamrud,
Kecamatan Siak Sri Indrapura. Danau ini memiliki luas sekitar 28.000 Ha, dan
Danau Naga di Sungai Apit. Danau Bawah dan Danau Pulau Besar terletak dekat
lapangan minyak Zamrud, Kecamatan Siak. Memiliki panorama indah yang
mengagumkan dan menarik. Di sekitar danau masih ditemukan hutan yang masih
asli. Kondisi danau maupun hutan di sekitar danau berstatus Suaka Marga Satwa
yang luasnya mencapai 2.500 hektar, dimana masih terdapat berbagai aneka jenis
satwa dan tumbuhan langka. Sumber daya hayati yang terdapat di danau ini
seperti pinang merah, ikan arwana dan ikan Balido yang termasuk dilindungi.
Keanekaragaman jenis satwa liar di Suaka Marga Satwa danau Pulau Besar dan
danau Bawah merupakan kekayaan tersendiri sebagai objek wisata tirta di Riau
Daratan.
Wisata Religi, Budaya dan Sejarah
Provinsi
Riau memiliki berbagai wisata religi, budaya maupun sejarah. Beberapa wisata
religi, budaya, dan sejarah yang terkenal dari daerah Riau di antaranya :
Upacara Bakar Tongkang di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir
Upacara
Bakar Tongkang yang merupakan upacara tradisional masyarakat Tionghoa berlokasi
di Bagansiapiapi
adalah wisata budaya unggulan Provinsi Riau dari Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) dan telah
menjadi wisata nasional bahkan terkenal hingga internasional.
Perayaan Imlek di Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti
Acara
Perayaan Imlek memang sudah menjadi bagian dari tradisi di Kota Selatpanjang.
Hampir setiap tahun perayaan Imlek di kota
ini dirayakan sangat meriah bahkan juga termasuk Perayaan Imlek yang paling
meriah di kawasan Provinsi Riau. Apalagi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti juga sudah menjadikan ivent perayaan Imlek sebagai salah satu aset
wisata tahunan yang masuk kedalam Kalender Wisata Riau. Puluhan ribu orang baik
dari dalam maupun luar Selatpanjang, bahkan wisatawan dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Hongkong, China, Taiwan, akan
membanjiri Kota Selatpanjang untuk turut serta memeriahkan perayaan Imlek.
Puncak acara Perayaan Tahun Baru Imlek di Selatpanjang berlangsung pada hari
ke-6 bulan pertama Tahun Baru Imlek yang biasanya disebut Cue Lak Bahasa
Hokkien,tetapi kemeriahannya mulai terasa dihari H-7 yaitu seminggu sebelum
jatuhnya perayaan Imlek.
Penyambutan
tahun baru imlek di Selatpanjang di pusatkan di Vihara Sejahtera Sakti. Pada
puncak perayaan Imlek, bertepatan dengan dilangsungkannya upacara ulang tahun
dewa 清水祖師
Qing Shui Zu Shi[15].
Pada momen ini, warga Tionghoa menyakini bahwa sang dewa sedang turun ke bumi
dengan maksud untuk mengusir unsur-unsur kejahatan dan memberikan kemakmuran
serta ketentraman bagi warga kota
Selatpanjang. Untuk itu diadakan penyambutan khusus dengan menggotong tandu
patung dewa dan diarak berkeliling kota
melewati beberapa kelenteng lain disertai atraksi tarian liong (naga),
dan barongsai (singa) yang diiringi seni budaya Jawa, Reog
Ponorogo. Perayaan Cue Lak tersebut juga dihadiri oleh para tetua atau
orang yang terpilih dan dirasuki oleh roh para dewa yang biasa disebut
Thangkie, yaitu dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi
atau perantara roh dewa. Budaya ini memiliki kesamaan dengan masyarakat Singkawang
(Kalimantan Barat) yang biasa dikenal dengan Tatung.
Kelenteng Hoo Ann Kiong/Vihara Sejahtera Sakti Selatpanjang
Kelenteng
Hoo Ann Kiong (lebih dikenal luas sebagai Vihara Sejahtera Sakti/Tua Pek Kong
Bio (Bahasa Hokkien) adalah kelenteng tertua yang ada di
Selatpanjang, dan juga merupakan Kelenteng Tertua di Provinsi Riau. Kelenteng
ini didirikan pada masa kolonial Belanda dan sampai hari ini belum diketahui
dengan pasti kapan berdirinya. Sejarawan memprediksi kelenteng ini berumur
lebih dari 150 tahun, setelah dilihat dari relief arsitektur bangunannya.
Kelenteng ini sangat dikenal luas oleh masyarakat Selatpanjang maupun
masyarakat luar negeri terutama bagi wisatawan Singapura dan
Malaysia
sebagai tempat ibadah umat Buddha, maupun Konghucu.
Mesjid Raya Pekanbaru
Mesjid
Raya dan Makan Marhum Bukit serta Makam Marhum Pekan. Mesjid Raya Pekanbaru
terletak di Kecamatan Senapelan memiliki arsitektur tradisional yang amat
menarik dan merupakan mesjid tertua di Kota Pekanbaru. Mesjid ini dibangun pada
abad 18 dan sebagai bukti Kerajaan Siak pernah berdiri di kota ini pada masa
pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah dan Sultan Muhammad Ali Abdul
Jalil Muazzam Syah sebagai sultan keempat dan kelima dari Kerajaan Siak Sri
Indrapura. Di areal Mesjid terdapat sumur mempunyai nilai magis untuk membayar
zakat atau nazar yang dihajatkan sebelumnya. Masih dalam areal kompleks mesjid
kita dapat mengunjungi makam Sultan Marhum Bukit dan Marhum Pekan sebagai
pendiri kota
Pekanbaru. Marhum Bukit adalah Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan Siak
ke-4) memerintah tahun 1766 – 1780, sedangkan Marhum Bukit sekitar tahun 1775
memindahkan ibukota kerajaan dari Mempura Siak ke Senapelan dan beliau mangkat
tahun 1780.
Istana Siak Sri Indrapura
Kerajaan
Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang terbesar di Riau. Mencapai masa
kejayaannya pada abad ke-16 sampai abad ke-20. Dalam silsilah, sultan Kerajaan
Siak Sri Indrapura dimulai pada tahun 1725 dengan 12 sultan yang pernah
bertahta. Kini sebagai bukti sejarah atas kebesaran kerajaan Melayu Islam
tersebut, dapat kita lihat peninggalan kerajaan berupa kompleks Istana Kerajaan
Siak yang dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin
pada tahun 1889 dengan nama Assirayatul Hasyimah, lengkap dengan peralatan
kerajaan. Sekarang Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat
penyimpanan benda-benda koleksi kerajaan antara lain : kursi singgasana
kerajaan yang berbalut emas, duplikat mahkota Kerajaan, brankas Kerajaan,
payung Kerajaan, tombak Kerajaan, komet sebagai barang langka dan menurut
cerita hanya ada dua di dunia, serta barang-barang lain-lainnya. Di samping
istana kerajaan terdapat pula istana peraduan.
Candi Muara Takus
Candi
Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten
Kampar. Jaraknya kurang lebih 135 km dari Kota Pekanbaru. Jarak antara
kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 km dan tak jauh
dari pinggir Sungai Kampar Kanan. Kompleks candi ini dikelilingi tembok
berukuran 74 x 74 meter. Di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran
1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir Sungai
Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi
Bungsu, Mahligai Stupa, serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu
pasir, batu sungai, dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk
bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir
kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap
sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke
tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini
walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi
ini dilakukan secara bergotong royong oleh orang ramai. Selain Candi Tua, Candi
Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka, di dalam kompleks candi ini ditemukan
pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Di
luar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan yang terbuat dari batu bata,
yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya. Kompleks candi Muara Takus,
satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang
bersifat Budhistis ini merupakan bukti pernahnya agama Budha berkembang di kawasan
ini beberapa abad yang silam. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum
dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad kesebelas, ada yang
mengatakan abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya.
Benteng Tujuh Lapis
Benteng
Tujuh Lapis terletak di daerah Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu. Benteng tanah ini dibuat
oleh masyarakat Dalu-dalu pada masa Perang
Paderi atas petuah Tuanku Tambusai. Bekas benteng tersebut
ditinggalkan Tuanku Tambusai pada tanggal 28 Desember 1839. Disekitar daerah
Dalu-dalu ini juga terdapat beberapa benteng yang disebut Kubu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukkan Komentar Anda di Sini. Berikanlah komentar yang sewajarnya.... Terimakasih ^_^